Hai Sobat semua,
kali ini penulis ingin mengulas rangkaian elektronik berkaitan dengan catu
daya. Tapi sebelumnya ingin “mengobrol” terlebih dulu agar tidak suntuk.
Semua pasti sudah
tahu jika listrik merupakan bagian dari hidup dan menjadi salah satu kebutuhan
yang vital dalam kehidupan kita. Terutama bagi yang tinggal di daerah perkotaan
maka kebutuhan itu terasa begitu mutlak. Mulai dari sistem penerangan rumah
yang tentunya sudah meninggalkan lampu berbahan bakar minyak dan total
menggunakan lampu yang didayai oleh listrik. Belum lagi pompa air dan perangkat
listrik lainnya yang menjadi pelengkap dalam rumah tangga.
Rasanya sulit bagi
kita hidup tanpa adanya sumber listrik. Karena ke mana pun kita pergi maka akan
dijumpai bahwa hampir semua membutuhkan listrik. Ketika kita keluar rumah dan
menggunakan kendaraan bermotor jenis apa pun, ada penggunaan listrik di sana.
Lampu lalu lintas dan penerangan jalan, sarana transportasi dan komunikasi, bahkan
sesampainya di tujuan manapun baik kantor atau tempat usaha atau lainnya maka
di situ ada listrik. Bahkan listrik begitu melekat dengan tubuh kita, bukankah
dalam saku kita kadang dijumpai perangkat komunikasi seluler yang hidup dengan
listrik mengalir di dalamnya?
Sepertinya banyak
yang dapat dibicarakan dari salah satu sumber kebutuhan kita berupa listrik.
Diakui atau tidak, hidup kita memang sudah dikuasai oleh ketersediaannya dalam
menjalani rutinitas kehidupan.
Tahukah Sobat?
Listrik bukan sesuatu yang selalu ada sepanjang hari. Ia juga salah satu produk
manusia yang memerlukan berangkat untuk menghasilkannya. Secara komersial
listrik dihasilkan dari pembangkit-pembangkit listrik raksasa berdaya jutaan
bahkan milyaran watt. Listrik yang dihasilkan dari mesin-mesin pembangkit
berupa generator baik untuk menjalankannya menggunakan tenaga air (PLTA),
tenaga uap (PLTU), tenaga diesel (PLTD) bahkan sampai teknologi nuklir (PLTN)
masih harus didistribusikan dari lokasi pembangkit ke seluruh konsumen yang
nota bene berjarak sangat jauh. Dalam pendistribusian tersebut dapat kita lihat
dari banyaknya menara-menara penghantar SUTET dan mungkin Sobat pernah
menjumpai gardu induk ketika sedang dalam perjalanan menuju ke suatu tempat
atau setidaknya transformer distribusi di dekat tempat tinggal.
Nah sumber listrik
yang menjadi kebutuhan kita ternyata dalam pendistribusiannya tidaklah
sederhana. Dari pembangkit hingga sampai kepada kita saja sudah berapa banyak
perangkat yang digunakan dan semua adalah buatan pabrik berupa mesin industri.
Dan jika berbicara mengenai perangkat mesin dalam industri listrik, maka semua
pasti ada kendala. Untuk meminimalisir kendala maka diperlukan perawatan
berkala dan perbaikan kerusakan yang ada agar penyediaan kebutuhan listrik senantiasa
terjaga.
Selanjutnya,
berkaitan dengan perawatan atau perbaikan maka kita kadang menjumpai istilah
“gangguan listrik” yang pada akhirnya akan kita rasakan dampaknya yaitu
“pemadaman listrik sementara”. Efek yang ditimbulkan dari akibat pemadaman
tersebut, sepertinya Sobat semua pasti sudah sangat paham, tergantung kapan dan
di mana Sobat berada saat terjadi pemadaman tersebut. Bisa senang ataupun
tidak, tapi yang pasti banyak dukanya. Apalagi jika Sobat sedang menonton acara
final sepak bola dari tim kesayangan dan tiba-tiba listrik padam.
Banyak cara
dilakukan untuk menghadapi “pemadaman listrik sementara”. Gedung-gedung
perkantoran, perbelanjaan atau instalasi publik lain melengkapi sistem
kelistrikan mereka dengan menyediakan set generator (genset) yang dapat
digunakan selama pemadaman dan menjaga kelangsungan aktifitas di tempat
tersebut. Bagi Sobat yang mampu juga terkadang melengkapi rumah dengan sebuah
genset yang ukuran dan dayanya disesuaikan dengan kebutuhan.
Terjadinya
peristiwa pemadaman listrik oleh penyelenggara (PLN) dan proses pemindahan
sumber listrik utama ke cadangan menggunakan genset baik secara manual ataupun
otomatis, keduanya membuahkan sebuah istilah “byar-pet”. Pada proses pemindahan
tersebut sudah pasti terjadi masa “kekosongan” di mana sumber listrik
benar-benar hilang dan semua perangkat listrik standar secara otomatis tidak
berfungsi sementara kecuali beberapa perangkat vital yang dilengkapi dengan
sumber cadangan darurat baik dengan UPS (un-interruptible power supply) atau
batere cadangan (emergency backup battery) pada panel catu dayanya.
Nah, obrolan
ngalor-ngidul kita sudah mulai menyentuh topik utama nih.
Beberapa perangkat
listrik vital atau sangat penting yang biasanya terdapat di rumah sakit,
instalasi komunikasi massal atau instalasi data, kantor-kantor dengan sistem
komputernya dan tempat penting lainnya jelas tidak boleh terganggu operasinya
pada masa “kekosongan” tersebut terjadi. Salah satu cara menangani dampak
kekosongan tersebut maka digunakan sebuah sumber cadangan listrik yang tentu
hanya bersifat sementara sampai terjadinya peralihan daya yaitu penggunaan UPS.
Kemampuan sistem UPS untuk menggantikan sumber utama sangat bergantung pada
kapasitas batere yang menjadi sumber listrik bagi perangkat itu sendiri.
Kapasitas batere dalam ukuran sekian Ah (ampere per jam) akan dibandingkan
dengan kebutuhan daya yang digunakan dan semakin besar berarti semakin lama.
Batere sebagai
salah satu komponen yang hadir sebagai pahlawan saat kepergian sementara sumber
listrik utama akhirnya menjadi sangat penting dan perlu untuk diperhatikan.
Kapasitas batere yang dibedakan dalam ukuran amper per jam dan jenisnya yang
beragam patut dipertimbangan saat pemilihan sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Masih berkaitan dengan UPS pula maka pada umumnya batere yang digunakan adalah
jenis asam timbal (lead sealed acid) dan biasanya menggunakan jenis bebas
perawatan (free-maintenance). Penggunaan batere asam timbal hingga saat ini
masih menjadi pilihan tertinggi dan termurah dibandingkan jenis lainnya apalagi
jenis ini memiliki kapasitas yang besar sesuai dengan ukuran fisiknya.
Lalu, apakah semua
perangkat listrik vital menggunakan UPS sebagai sumber listrik darurat?
Jawabannya tentu saja tidak.
Hampir sebagian
besar perangkat listrik, di dalamnya memiliki sistem catu daya. Sumber tegangan
yang digunakan untuk mendayai komponen-komponen listrik dan elektronik di
dalamnya berbeda-beda antara satu jenis dan jenis lainnya. Ada perangkat yang
memerlukan sumber tegangan tunggal tapi ada yang beragam (multi). Sobat sendiri
pasti paham bagaimana sebuah PC di dalamnya terdapat catu daya yang
menghasilkan beberapa sumber tegangan yang berbeda-beda yaitu dari -12 volt, -5
volt, 3,3 volt, +5 volt dan +12 volt. Memang tidak semua perangkat elektronik
memerlukan suber tegangan dengan arus DC (dirrect current) ada juga yang AC
(alternating current), ada yang diturunkan nilainya (step down) dan ada pula
yang dinaikkan (step up). Nah, bagaimana pun sebuah catu daya harus
menghasilkan keluaran untuk semua sumber tegangan yang dibutuhkan perangkat
tersebut dari masukan sumber listrik utama di mana di tempat penulis di
Indonesia adalah 220 Vac (sumber tegangan arus bolak-balik) dengan frekuensi 50
Hz.
Di atas tadi
penulis sempat menjawab tidak semua perangkat penting terhubung dengan UPS.
Dari panel beberapa perangkat tertentu, pada sistem catu dayanya dilengkapi
dengan batere cadangan (backup baterry). Pada panel perangkat keselamatan dan
keamanan (safety and security) yang berkaitan dengan sistem akses dan alarm,
bahkan pada panel sistem komunikasi dan data yang bersifat lokal melengkapi
sistem catu dayanya dengan fasilitas batere cadangan. Berbagai perangkat
tersebut umumnya bekerja pada tegangan 12 volt dan ada yang 24 volt maka
penggunaan batere dapat disesuaikan dengan tegangan tersebut. Penulis juga
pernah menemukan sebuah perangkat yang ternyata menggunakan batere 6 volt.
Wah, sepertinya
setelah informasi di atas, kita akan langsung membahas mengenai rangkaian catu
daya yang dilengkapi dengan fasilitas batere cadangan.
Bergantung pada
jenis batere yang digunakan karena jenisnya yang berbeda sehingga karakteristik
yang ditampilkan juga berlainan maka sebuah perangkat catu daya harus
disesuaikan dengan batere tersebut. Pada tulisan ini, pembatasan masalah
(seperti skripsi saja), adalah catu daya konvensional dan penggunaan batere
yang dapat diisi ulang (rechargeable) jenis asam timbal berukuran 12 volt
dengan kapasitas 1,2 Ah. Penggunaan jenis batere lain seperti NiCd (nickel
cadmium) dan keturunannya atau Li-Ion (lithium ion) dan keturunannya bisa jadi
akan dibahas pada kesempatan lain, jika diperlukan dan Tuhan menghendaki.
Sebuah rangkaian
catu daya yang menghasilkan keluaran dengan besar tegangan 12 Vdc dan kemampuan
arus mencapai 1 ampere. Catu daya juga harus dilengkapi dengan fasilitas
pengisi batere asam timbal. Selain itu catu daya juga harus memiliki sistem
deteksi kegagalan sumber utama. Secara global, sistem catu daya tersebut dapat
digambarkan pada diagram di bawah ini:
Sesuai diagram blok
di atas, terdapat 3 bagian dari sistem catu daya kita, yaitu penurun dan
regulator tegangan, unit pengisi batere serta unit kendali keluaran.
Kita mulai dari
penurun dan regulator tegangan.
Untuk rangkaian
penurun dan regulator tegangan merupakan sebuah catu daya tersendiri. Di
pasaran unit ini sering disebut adaptor atau power supply. Jenisnya sendiri ada
2 yaitu konvensional dan switching. Sesuai pembatasan masalah, kita akan
melihat sebuah catu daya konvensional. Ada 4 urutan sesuai bagian dari diagram
sebuah catu daya konvensional, yaitu penurun tegangan, penyearah, filter dan
regulator.
Untuk menurunkan
tegangan listrik utama, dibutuhkan sebuah transformer penurun tegangan. Sebuah
transformer memiliki 2 gulungan yang terdiri dari gulungan primer yang
terhubung ke listrik utaman sebagai sumber tegangan dan gulungan sekunder yang
menjadi keluarannya. Besar tegangan keluaran dari sekunder disesuaikan dengan
kebutuhan dan pada rangkaian kita setidaknya membutuhkan 15 VAC. Gulungan
sekunder dari transformer sendiri terdiri dari 2 jenis yang akan membedakan
rangkaian penyearahnya, yaitu gulungan tunggal dan ganda dengan titik tengah
atau center tap (CT). Jadi jika Sobat menggunakan gulungan tunggal maka
keluaran sekunder terdiri dari 2 saluran yaitu 0V dan 15V. Sementara jika
menggunakan jenis CT maka ada 3 yaitu 15V – CT – 15V.
Penyearah tegangan
terdiri dari 1 atau beberapa buah komponen dioda. Jenis penyearahan sendiri
terdiri dari 2 bentuk yaitu penyearah setengah gelombang (half wave rectifier)
yang diperlihatkan pada gambar A di bawah ini dan penyearah gelombang penuh
(full wave rectifier) pada gambar B dan C.
Setelah penyearah,
kita sudah mendapatkan sebuah keluaran tegangan DC tapi belum selesai dan
mungkin tak bisa diimplementasikan pada perangkat elektronik karena meski sudah
searah tapi masih berbentuk gelombang. Untuk itu diperlukan filter atau
penyaring tegangan. Filter tegangan ini sendiri ada yang sederhana saja yaitu
hanya menggunakan sebuah kapasitor namun ada juga yang dilengkapi dengan
induktor.
Tegangan keluaran
setelah filter sudah dapat digunakan pada rangkaian elektronika karena sudah
bersih dan rata meski mungkin masih mengandung sedikit riple tegangan. Ada
rumusan yang biasa digunakan untuk menentukan hasil tegangan keluaran. Tegangan
berbentuk gelombang yang dihasilkan pada sekunder diukur dari titik 0V dan
tinggi gelombang pada tegangan puncak di sebut Vpeak atau Vp.
Sebuah amplitudo tegangan terdiri +Vp dan -Vp yang
akhirnya disingkat Vp-p yaitu tegangan puncak ke puncak. Tegangan
keluaran rata-rata sebuah penyearah biasanya dihitung menurut rumusan:
Vrms =
1,3 x Vp-p
Untuk membuktikan
rumus tersebut, Sobat bisa menggunakan AVO meter dengan mengukur tegangan
masukan AC dan keluaran DC. Maka bisa
jadi tegangan keluaran dari rangkaian kita sesuai keterangan di atas mencapai
19 VDC. Tapi itu juga tergantung dari transformer yang digunakan dan pabrikan
yang membuat. Karena sering kita menjumpai ada 2 jenis transformer di pasaran
yaitu murni dan tidak murni.
Tapi besaran
tegangan yang dihasilkan tersebut di atas juga masih bergantung pada tegangan
listrik dari PLN yang tidak sama pada setiap tempat. Contoh di daerah pinggiran
ibukota, aku pernah mengukur hanya 170 VAC. Di rumah lama penulis sekitar 220
VAC, dan rumah baru 210 VAC. Jadi tegangan keluaran catu daya sampai tahap di
atas juga akan mengikuti sumbernya.
Untuk mengatasi hal
tersebut maka digunakanlah sebuah regulator tegangan. Banyak jenis rangkaian
regulator dari yang menggunakan resistor
dan dioda, menggunakan transistor hingga yang rumit bahkan ada juga komponen
siap saji (maksud penulis siap pakai) seperti yang biasa penulis gunakan untuk
mendapatkan tegangan stabil yaitu seri AN78— dimana 7812 untuk keluaran 12V,
7805 untuk 5V dal lain-lain untuk 5, 6, 9, 15 dan juga jenis regulator
negatifnya yaitu seri AN79. Komponen jenis lain boleh saja sesuai keinginan
termasuk jika tegangan keluarannya ingin dapat diatur, biasa menggunakan LM317
dan sejenisnya.
Gambar di atas
memperlihat 4 contoh regulator. Masih banyak lagi jenis dan rangkaian regulator
termasuk yang menggunakan sistem switching. Tapi penulis sering menggunakan
rangkaian gambar C dan D dengan alasan praktis. Untuk gambar D biasanya untuk
catu daya dengan R2 biasanya diganti dengan variable resistor.
Bagian kedua adalah
unit pengisi batere.
Sobat yang baik,
kita akan membangun sebuah pengisi batere. Sekali lagi, sesuai pembatasan di
atas, kita akan membuat rangkaian pengisi batere jenis sealed lead acid atau
SLA dengan tegangan batere 12 volt dan kapasitas 1,2 Ah. Sudah barang tentu
untuk dapat membangun sebuah rangkaian pengisi maka kita wajib terlebih dulu
mengenal karakteristik dari sebuah batere SLA.
Batere SLA atau
kadang kebanyakan orang menyebutnya aki atau accu (accumulator) terutama oleh
kalangan otomotif, memiliki karakteristik yang perlu dipahami dalam
penggunaannya. Batere SLA adalah jenis rechargeable atau dapat diisi ulang.
Pada sebuah batere SLA di dalamnya terdapat lembaran sel berbentuk pelat logam
yang merupakan elektroda positif dan negatif. Kedua pelat atau elektroda
penghantar (lead) dibuat dari bahan logam campuran berbahan dasar timbal
(Pb), di mana pada kondisi bermuatan
penuh, pelat negatif adalah timbal (Pb) dan pelat postitif merupakan timbal
oksida (PbO2). Pelat dirancang khusus saling bersisian dalam
konstruksinya untuk memperoleh luas permukaan yang besar. Di antara pelat
elektroda disisipkan bahan sejenis serat kaca agar tidak terjadi hubungan
langsung dari keduanya. Kemudian untuk memperoleh reaksi kimia yang menghasilkan
arus dan tegangan maka kedua pelat direndam dalam cairan elektrolit berupa
larutan asam sulfat (H2SO4) dengan kadar 4,2 mol atau
33,5%.
Saat proses
pembuangan muatan sebagai akibat digunakan atau didiamkan dalam jangka waktu
yang lama, kedua pelat cenderung berubah menjadi timbal sulfat (PbSO2)
dan larutan asam sulfat semakin kehilangan molaritasnya dan didominasi menjadi
air (H2O). Untuk mengembalikannya dilakukan proses elektrolisa atau
pengisian dengan arus listrik dan tegangan. Dalam proses pengisian dengan
tegangan tinggi menghasilkan gas hidrogen dan oksigen, itu mengapa kita harus
sering melakukan pemeriksaan berkala untuk menambahkan air ke dalam batere SLA
yang menguap. Untuk pemahaman maka kita menyebut batere jenis ini sebagai
batere SLA terendam.
Berbeda dengan
batere SLA jenis “bebas perawatan” yang menggunakan teknologi katup asam timbal
diatur (VRLA, valve regulated lead acid). Larutan asam sulfat diserapkan pada
separator sehingga terkesan seperti gel dan memungkinkan untuk proses rehidrasi.
Kadang kebanyakan dari kita menyebutnya dengan batere kering meski sebenarnya
tidaklah persis seperti itu kenyataannya. Jenis ini juga lebih populer
digunakan meski tidaklah benar-benar 100% bebas perawatan. Justru batere SLA
jenis VRLA ini memerlukan kehati-hatian yang tinggi dalam pengisian dan
penggunaan.
Sejenak kita sudah
mengobrol dan seakan menjadi ahli kimia. Saatnya kita mengenal karakteristik
kelistrikan dari batere SLA terutama untuk keperluan proses pengisian.
Perlu Sobat ketahui
atau menyegarkan kembali bahwa sebuah sel dari batere SLA mampu membangkitkan
tegangan sebesar 2,1 volt pada kondisi bermuatan penuh. Sehingga batere 12V
yang terdiri dari 6 sel akan menghasilkan 12,6 volt.
Untuk membuat agar
muatan batere tetap terjaga maka diperlukan pemberian tegangan konstan secara
terus menerus. Besarnya tegangan yang harus diberikan berbeda-beda antara jenis
batere di mana jenis batere SLA terendam membutuhkan tegangan sebesar 13,9 volt
sementara untuk jenis VRLA atau elektrolit gel sekitar 13,4 volt. Pemberian
tegangan yang tidak sesuai baik kurang atau berlebihan memberi efek sama
buruknya terhadap umur dari batere itu sendiri. Tegangan yang kurang cukup akan
menimbulkan proses kimia dari larutan asam sulfat yang menimbulkan kristalisasi
timbal sulfat sementara kristalisasi ini akan menyebabkan kemampuan batere
menurun. Hal yang sama terjadi ketika batere disimpan dalam waktu yang lama.
Sementara pemberian tegangan terus menerus yang berlebihan dapat menyebabkan
proses korosi atau karat pada elektroda dan kehilangan elektrolit. Ini sebabnya
mungkin sering Sobat lihat karat pada terminal (terutama terminal positif) pada
sisi luarnya karena biasanya bagian dalam tak terlihat dan secara fisik batere
juga tampak mengembung.
Nilai di atas tidak
mutlak karena tergantung pada rekomendasi pabrik pembuatnya yang bisa bisa
Sobat lihat karena tertulis pada wadah batere itu sendiri.
Batere SLA
dinyatakan dalam kondisi kosong dan perlu segera diisi apabila pada keadaan
tanpa beban tegangan maka tegangan terminal terukur sebesar 11,7 volt. Apabila
batere tersebut dibebani maka tegangan terukur adalah 10,5 volt.
Ada 2 teknik dalam
pengisian batere yaitu pengisian dengan pemberian arus konstan dan pengisian
dengan tegangan konstan.
Pada pengisian arus
konstan, lama pengisian bergantung pada kapasitas batere dan untuk batere
berkapasitas 1,2 Ah kemudian arus konstan sebesar 0,1C dari kapasitas (initial
current) memerlukan waktu selama 10 jam. Pada wadah batere SLA jenis VRLA biasa
tertulis nilai maksimal dari initial current yang berkisar pada 0,4C di mana
secara teoritis berarti lama pengisian adalah 2,5 jam. Dalam prakteknya hal ini
tidak mungkin.
Tidak seperti
batere NiCd atau Li-Ion, maka batere SLA tidak dapat dilakukan dengan cara
pengisian cepat hingga di bawah 5 jam. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seperti efek panas yang ditimbulkan, umur batere dan tegangan terminal saat
pengisian.
Pada pengisian
cepat dengan arus 0,4C maka ketika proses pengisian berlangsung dan tegangan
batere mencapai 14,4 volt, ini berarti batere
SLA memasuki kondisi rawan karena pada tegangan tersebut merupakan ambang
pelepasan gas dan proses pengisian harus dihentikan. Hal ini biasanya tercapai
sekitar 2 jam dan batere pada kondisi ini belum sepenuhnya terisi (belum 100%).
Untuk mencapai pengisian penuh perlu dilanjutkan dengan pengisian pada tegangan
konstan sebesar 14,4 volt setidaknya selama 3 sampai 4 jam lagi. Jadi total
waktu pengisian lamanya kurang lebih 5 jam.
Berikut adalah
karakteristik sistem pengisian batere SLA sesuai prosedur di atas. Garis warna
merah menunjukkan arus pengisian yang mengaliri batere, sementara garis warna
hijau menggambarkan tegangan pada elektroda batere. Pada periode waktu 0 sampai
2 jam, pengisian batere dilakukan dengan CC (current cycle) atau pengisian arus
tetap. Periode setelahnya di mana tegangan batere telah mencapai 14,4 volt
adalah dengan VC (voltage cycle) atau pengisian dengan tegangan tetap.
Nah, unit pengisi
batere yang akan dibuat dapat mengadopsi karakteristik tersebut namun untuk menjaga
umur batere lebih lama alias awet maka pengisian dengan 0,4C tidak disarankan.
Dari baynyak referensi maka arus pengisian yang ideal adalah di bawah 0,1C.
Secara teoritis biasanya batere SLA memiliki siklus pengisian dan pembuangan
(recharge & discharge) mencapai 300 sampai 500 kali, tergantung teknik
pengisian dan temperatur batere. Mengenai besarnya temperatur juga tertera pada
wadah batere, biasanya berkisar 25oC.
Rangkaian
elektronik pengisi batere dengan tegangan konstan dapat merujuk pada regulator
tegangan yang sudah di bahas di atas.
Banyak jenis
rangkaian pembangkit arus konstan. Sebuah contoh rangkaian elektronik yang
menghasilkan arus konstan pada sistem pengisi batere dapat dilihat pada gambar
berikut:
Secara teoritis,
potensial barrier dari sebuah transistor silikon adalah 0,7 volt namun dalam
praktek saat diukur dengan AVO neter atau diimplementasikan kadang kita
menjumpai angka 0,6 volt. Pada gambar di atas, R2 yang terhubung ke
bumi akan menyulut Q1 mencapai kondisi kerja. Q1 yang
tersulut akan menyebabkan arus dari Vcc mengalir ke emitornya
melalui R1 dan membentuk tegangan pada pertemuan tersebut. Emitor Q1
juga terhubung pada basis Q2 maka ketika tegangan mencapai 0,6 volt
secara otomatis juga menyulut kerja Q2. Kondisi Q2 yang
tersulut akan mereduksi arus umpan R1 untuk mengoreksi keluaran Q1
dan menyebabkan tegangan pada R1 akan dibatasi pada 0,6 volt. Karena nilai R1 adalah 10 ohm maka
arus yang mengalir pada emitor Q1 kita anggap sama dengan kolektor dengan
pendekatan sebagai berikut:
IC = IE
= 0,6 / R1 = 0,6 / 10 = 0,06A atau 60 mA
Dikaitkan dengan
batere SLA kita yang 1,2Ah maka ini akan menyediakan arus pengisian 0,05C atau
memerlukan 20 jam lama pengisian jika batere dalam keadaan benar-benar kosong.
Bagian ketiga
adalah unit kendali keluaran
Bagian terakhir ini
berfungsi sebagai pengendali dari kerja perangkat catu daya. Fungsi
pengendalian adalah mengatur keluaran dari catu daya. Normalnya keluaran catu
daya yang berasal dari regulator adalah 13,6 volt. Pada keadaan sumber listrik
utama padam, maka secara otomatis keluaran dihasilkan melalui batere.
Penggunaan batere yang terus menerus akan menyebabkan muatan batere berkurang
dan tegangan batere turun. Kondisi batere yang kehabisan muatan ditandai dengan
tegangan keluarannya mencapai 10,5 volt. Unit kendali harus memutus
keluarannya. Karena di bawah tegangan tersebut umumnya rangkaian yang di dayai
cenderung menunjukkan kinerja yang buruk. Berdasarkan pengalaman penulis dalam
penggunaan pada sistem pintu akses menyebabkan kegagalan catu daya untuk menggerakkan
relay.
Rangkaian lengkap
dari catu daya 1A dengan regulator tegangan dapat dilihat sebagai berikut:
Catu daya
menggunakan transformer daya penurun tegangan dengan keluaran 1 ampere pada
tegangan 15 Vac. Tegangan akan disearahkan dengan dioda jembatan untuk
menghasilkan tegangan 21,4 Vdc. Rangkaian menggunakan regulator LM117 yang
memiliki kemampuan hingga 1,2 A namun untuk itu perlu penggunaan pendingin.
Keluaran regulator disetel melalui VR1 untuk besar tegangan regulasi 13,6 volt.
Dari harga R1, R2 dan VR1 di atas, tegangan
dapat disetel antara 12,2 volt sampai
14,7 volt.
Sekarang kita lihat
rangkaian pengisi batere dan kendali keluarannya.
Keluaran dari catu
daya teregulasi sebesar 13,6 volt terhubung ke keluaran setelah melalui D2
dan L1. Selain itu juga digunakan untuk mengaktifkan relay K1.
Kontak relay K1E1 terhubung paralel dengan diode D4
yang merupakan keluaran dari batere. Posisi K1E1 adalah
NO jadi selama sumber utama ada maka posisinya selalu terbuka. Sebaliknya jika
sumber utama padam maka akan menghubung
singkat D4 dan batere terhubung langsung dengan keluaran untuk
mengurangi rugi tegangan.
Rangkaian pengisi
batere terdiri dari regulator arus yang terdiri dari Q101, Q103,
R101 dan R102; dan regulator tegangan Q102 dan
ZD101. Regulator arus menghasilkan arus konstan sebesar 60 mA atau
0,05C untuk pengisian batere 1,2 Ah selama 20 jam. Regulator tegangan membatasi
tegangan pada batere yang terisi tak lebih dari 13,6 volt sekaligus memberikan
tegangan standby dari siklus pengisian untuk menjaga kesegaran batere. Fungsi D101
adalah untuk mencegah arus balik dari batere ke rangkaian regulator arus.
Kendali keluaran
dibangun dengan komparator LM339. Rangkaian ini berfungsi untuk mengendalikan
keluaran terhadap kondisi batere. Komparator akan memeriksa masukan dari
keluaran catu daya melalui R201 dan R202. Keluaran ini
dibandingkan dengan tegangan referensi yang dibentuk oleh R204, R205
dan R206. Pada saat komparator cut-off maka tegangan referensi
adalah hasil bagi antara R204 dan R205 yaitu 2,5 volt.
Sementara jika saturasi maka tegangan referensi dipengaruhi oleh R205
menjadi 2,16 volt.
Ketika pertama kali
catu daya dihidupkan keluaran komparator dalam keadaan cut-off. Begitu tegangan
catu melewati 12,25 volt maka komparator akan trip menjadi saturasi dan
menggerakkan relay K201. Kondisi ini untuk menghubungkan batere pada
keluaran catu daya.
Jika catu daya
utama mati maka keluaran ditangani oleh batere. Penggunaan batere secara terus
menerus akan menyebabkan muatannya hilang dan tegangan turun. Jika tegangan
batere turun mencapai 10,6 volt dan tegangan terdeteksi pada R201
dan R202 di bawah 2,16 akan menyebabkan komparator trip menjadi
cut-off. Komparator akan memutuskan hubungan batere dengan keluaran yang menuju
ke perangkat elektronik.
Jika komponen relay
K1 ditiadakan berarti K1E1 juga tidak ada,
maka tegangan trip batere menjadi 11,2 volt.
Demikian catu daya
kita. Untuk ampere yang lebih besar mungkin rangkaian di atas perlu dimodifikasi
dengan penggantian beberapa komponen yang disesuaikan kemampuannya. Bahkan jika
perlu dilengkapi dengan berbagai proteksi.
Sudah ya, terima kasih
sudah membaca artikel aku. Semoga bermanfaat dan bisa diterapkan oleh sobat
semua.
Salam....
bagus pak terus berkarya...
BalasHapusTrims GAN....
BalasHapusAlhamdulillah kalau artikel yang aku buat bisa bermanfaat paling enggak bisa jadi inspirasi terutama buat aku sendiri yang kadang lupa dengan apa yang sudah pernah dibuat. Istilahnya buat koleksi juga kalau-kalau ingin buat lagi.
Salam sukses ya...