Perasaanku sangat senang ketika kami menerima sepeda motor baru pada Agustus 2002 lalu. Meski untuk mendapatkannya harus mencicil selama satu tahun alias kredit. Sebenarnya kendaraan roda dua itu merupakan hadiah ulang tahun untuk isteri tercinta. Aku sendiri sudah punya motor biar agak tua dan sering ngadat alias mogok.
Memiliki motor baru memang senang, namun isteriku sempat menuturkan kekhawatirannya. Kebetulan di lingkungan kami tinggal di Griya Mertua Indah beberapa kali terjadi peristiwa curanmor atau kasus pencurian kendaraan bermotor. Kebetulan aku memiliki hobi otak-atik elektronik dan saat itu bekerja di perusahaan yang bergerak dalam bidang sistem keamanan. Maka untuk menjawab kekhawatiran isteri aku merasa perlu memasang sistem alarm di rumah. Namun aku tidak bermaksud memasang panel alarm yang ada dipasaran karena sudah pasti harganya mahal. Kemudian muncul-lah ide ini, yaitu membuat:
Alarm Rumah Sederhana
Prinsip kerja dan konsep sistem alarm keamanan sebenarnya sederhana saja, yaitu terdiri dari beberapa bagian yang memiliki fungsi:
- Sensor. Bagian ini berfungsi mendeteksi adanya penyusupan. Untuk desain alarm sederhana ini sengaja aku memilih sensor jenis magnetic contact yang akan dipasang pada pintu dan jendela. Sensor ini bisa saja diganti dengan microswitch yang lebih murah.
- Sirene atau bel. Bagian ini berfungsi menghasilkan suara keras sebagai indikator jika terjadi peristiwa pelanggaran atau penyusupan. Kadang keluaran sirene juga dikombinasikan dengan flasher berupa strobelight.
- Panel Alarm. Bagian ini berfungsi memproses sinyal listrik dari sensor dan membangkitkan keluaran untuk mengaktifkan sirene atau sejenisnya.
Sesederhana apapun, sebuah panel alarm harus memiliki beberapa spesifikasi yakni:
- Masukan harus mampu menahan (latch) sinyal yang berasal dari sensor yang kadang hanya sesaat (trigger pulse).
- Memiliki cadangan batere (backup batere) untuk menjamin fungsinya manakala terjadi pemadaman arus listrik yang dilakukan oleh pencuri.
Kemudian aku segera mengambil secarik kertas dan peralatan menulis. Pertama-tama yang kulakukan adalah menggambar desain rangkaian sederhana dengan memanfaatkan seminimal mungkin penggunaan komponen. Untuk itu aku membuat sebuah penguat transistor untuk menggerakkan relay.
Dari hasil corat-coret desain rangkaian alarm yang diinginkan, akhirnya jadilah rangkaian seperti gambar di bawah ini.
Nah, sekarang tinggal kita bahas cara kerjanya sekalian menguji rangkaian di atas bisa jalan ga.
Transistor Q1 dirangkai menjadi penguat saklar. Basis Q1 dihubungkan dengan resistor R1, R2 dan R3 yang membentuk rangkaian seri. Untuk menentukan nilai-nilai resistornya, tidak terlalu sulit karena akan dibentuk sebagai penguat saklar yang keluarannya cuma cut-off atau saturasi aja. Dari datasheet yang ada, hFE transistor jenis C9013 adalah berkisar antara 96 sampai 246, maksudnya transistor ini mempunyai penguatan sebesar 96 kali (atau 246 kali). Kalau digambarin pake rumus maka seperti ini: IC = hFE . IB atau arus yang mengalir pada kolektor ke emitor (IC atau ICE) adalah sebesar 96 sampai 246 kali arus arus basis ke emitornya (IB atau IBE).
Biar gampang menghitungnya, aku coba periksa nilai penguatan transistor pake AVO meterku yang ada fasilitas buat mengukur hFE dan dari beberapa buah transistor dari stok yang aku punya, rata-rata 100 sampai 220. Jadi biar gampang kita anggap penguatan transistor jadi 100.
Untuk tahu seberapa besar arus kolektor dibutuhkan, kita harus tahu spesifikasi relay yang digunakan, terutama pada koil atau kumparannya. Dengan AVO meter kita bisa ukur nilai hambatan koil, di sini aku ukur ternyata nilai hambatanya sekitar 540 ohm. Nantinya kita akan menggunakan sumber tegangan 12 volt untuk menjalankan rangkaian, maka kalau kita hitung dengan rumus I = V/R maka diperoleh nilai arus (I) yang mengalir pada kumparan relay I = 12 / 540 sebesar 22,2 mA. Itu berarti kita perlu membuat transistor Q1 menghasilkan IC sebesar minimal 22,2mA.
Tadi kita asumsikan besar hFE adalah 100, maka paling tidak kita perlu memberikan arus basisnya dengan IB = IC / hFE dan perhitungan sederhananya adalah sebesar seperseratusnya menjadi sekitar 222uA.
C9013 adalah jenis transistor berbahan silikon yang mempunyai potensisal barrier atau VBE sebesar 0,7 volt. Jadi nilai resistor yang diperlukan bisa kita hitung dengan RB = (VIN – VBE) / IB dan diperoleh angka 50900,9 atau berarti membutuhkan resistor minimal dengan nilai 50k ohm. Kembali ke rangkaian kita, dimana RB yang terdiri dari R1 dan R2 mempunyai total nilai sebesar 20k ohm maka setelah dihitung dengan cara IRB = (VIN – VBE) / RB diperoleh IRB sebesar 585uA. Setelah dikurangi arus yang mengalir pada R3 sebesar 70uA maka kira-kira besarnya IB sekitar 500uA. Di sini didapati dua kali dari arus basis yang dibutuhkan, ga masalah karena kita memang sengaja merancang transistor agar bekerja sebagai saklar dengan nilai Q berada pada posisi saturasi.
Catatan: Nilai R1, R2 dan R3 bisa diganti dengan 22k ohm. Aku memakai 10k ohm karena kebetulan yang ada di stok ya nilai itu. Kapasitornya juga bisa diganti dengan 2u2F.
Sekarang kita yakin berdasarkan perhitungan maka rangkaian penguat saklar di atas dipastikan bisa berfungsi. Untuk masukan ke sensor dipasangi kapasitor secara paralel senilai 1uF yang berfungsi peredam kejut atau noise filter (seperti per mobil aja pake istilah peredam kejut). Kejutan listrik sangat mungkin terjadi pada masukan sebagai akibat perubahan kontak dari magnetic contact atau MC dari posisi buka (opened) atau tutup (closed) alias putus atau nyambung, juga bisa juga berasal dari induksi listrik pada kabel penghantar yang bisa berjarak cukup jauh dari panel ke MC. Nilainya tidak kritis, dengan nilai di atas sudah aman karena hitungan kasarnya sekitar 10ms.
Selanjutnya rangkaian penguat transistor dihubungkan ke relay K1. Kita perlu memasang dioda D1 secara paralel dengan kumparan relay untuk meredam kejutan listrik saat de-energize atau transistor cut-off yang bisa menghasilkan lonjakan tegangan pada kumparan.
Relay yang digunakan adalah jenis 2 pole alias ada 2 kontak saklar di dalamnya. Salah satu kontak relay kita gunakan sebagai keluaran untuk mengoperasikan bell atau unit sirene dan kontak lainnya dirangkai secara paralel dengan kolektor dan emitor transistor. Kenapa seperti ini? Kita bahas dulu cara kerja sebagai berikut:
MC dipasang pada pintu atau jendela dan kita anggap normalnya tertutup di mana reed-switch pada MC mendapatkan gaya magnet yang cukup untuk menghubung-singkatkan kontak lidinya.
Lanjut....
Dalam keadaan normal, kontak pada sensor MC adalah menutup sehingga menghubung-singkatkan pertemuan R1 dan R2 ke GND. Pada kondisi ini tidak ada arus mengalir ke R2 apalagi R3 dan IBE. Maka dipastikan tegangan VBE adalah 0 volt dan transistor berada pada keadaan cut-off. Tidak ada arus yang mengalir pada ICE dan kumparan relay. Tegangan keluaran transistor VCE mendekati VCC dan bisa dianggap tegangan pada kutub-kutub kumparan relay adalah 0 volt. Semua kontak saklar relay K1E1 dan K1E2 dalam keadaan terbuka.
Jika pintu atau jendela dibuka maka kontak pada MC akan terbuka. Arus akan mengalir dari R1 ke R2, R3 dan IBE. Selanjutnya menyebabkan transistor Q1 saturasi dan mendayai (energized) kumparan relay K1. Semua kontak relay baik K1E1 maupun K1E2 menghubung singkat. Kontak relay K1E2 terhubung ke keluaran dan mendayai bell atau sirene. Nguik...nguik, sirene pun berbunyi nyaring menandakan ada yang membuka pintu. Jika keluaran juga menggunakan strobelight maka akan ada kilatan cahaya berkedip.
Nah, biasanya karena kaget kita cenderung menutup kembali pintu yang dibuka dan menyebabkan alarm aktif. Di sinilah alasan kenapa kontak relay K1E1 dipasang paralel pada kolektor dan emitor Q1. Saat Q1 saturasi dan relay K1 energized maka K1E1 yang juga menutup menghubung-singkatkan relay ke GND sama seperti kolektor Q1. Sekarang relay tidak saja didayai oleh Q1 tetapi juga K1E1. Kemudian saat pintu tertutup, MC kembali menghubung singkat dan ujung-ujungnya transistor Q1 juga cut-off. Karena kerja transistor sudah digantikan oleh kontak K1E1 maka relay tetap energized. Setelah terjadi trigger seperti ini maka apapun keadaan MC dan kondisi kerja transistor sudah enggak ngefek lagi ke relay. Jadi sirene tetap bunyi meski pintu kembali ditutup.
Sekarang kita memastikan kalau rangkaian bisa nge-latch. Untuk mematikan sirene yang bisa dilakukan hanya memutuskan hubungan ke pencatu daya sehingga rangkaian kembali RESET. Berarti poin pertama dari spesifikasi panel alarm yang tertulis di atas sesuai standar sudah terpenuhi.
Sekarang kita bahas soal power supply. Kita bisa menggunakan adaptor yang ada dipasaran atau buat sendiri. Rangkaian power supply aku buat seperti berikut ini:
Aku menggunakan transformer daya jenis center-tap 1 ampere dengan tegangan sekunder 12 volt. Bisa juga jenis lainnya penting tegangan yang dikeluarkan nantinya adalah 12 volt. Pada gambar di atas aku kasih pemisah garis tebal, maksudnya kalau pake adaptor yang ada dipasaran maka kita tinggal buat rangkaian di sebelah kiri saja mulai D4, S1 dan seterusnya.
Dengan memakai trafo CT kita cuma butuh 2 buah dioda sebagai penyearah yaitu D2 dan D3 masing-masing jenis 1N4002. Kemudian untuk filter kita berikan kapasitor C2senilai 1000uF.
D4, R4 dan D5 kita susun menjadi rangkaian pengisi batere. Pada saat trafo mendapat asupan energi dari PLN maka secara otomatis arus keluaran penyearah D2, D3 dan C2 akan mengalir pada D4 dan R4 untuk mengisi batere BAT1. Selama daya PLN ada maka seterusnya batere akan diisi. Tidak usah khawatir batere akan melendung karena kelebihan pengisian.
Catatan: R4 nilainya 4,7 ohm dan pakai yang berukuran 2 watt.
Batere yang digunakan adalah batere asam timbal jenis sealed-acid dengan kapasitas 1,2Ah. Sebagai info ada 2 cara dalam mengisi batere yaitu dengan arus tetap atau tegangan tetap. Rangkaian di atas merupakan pengisi batere dengan teknik tegangan tetap. Tegangan nominal batere saat standby sesuai yang tertera pada kemasannya adalah 13,8 volt dan dari referensi yang bisa kita cari tegangan puncak pengisian batere asam timbal adalah 14,4 volt. Adaptor atau power supply yang kita buat dengan standar trafo yang ada dipasaran paling-paling menghasilkan tegangan keluaran antara 12,5 volt sampai 13 volt. Jadi masih aman kan ....
S1 diperlukan untuk menghidup-matikan perangkat alarm di atas. Biar panel kita kelihatan keren maka aku tambahin dengan indikator LED warna merah dan hijau. Kaki nomor 3 dari S1 dihubungkan ke LED warna hijau untuk menunjukkan posisi DISARM atau sistem alarm tidak aktif. Kaki 2 dari S1 dihubungkan ke LED warna merah untuk menunjukkan status ARM atau sistem alarm sedang aktif. Jadi hidup-matinya LED bergantian sesuai kondisi atau status.
Rangkaian power supply kita memiliki kemampuan backup atau cadangan daya karena menggunakan batere. Pada saat mendapat sumber tegangan dari PLN, keluaran D2 dan D3 berfungsi mendayai panel alarm sekaligus mengisi batere melalui D4 dan R4. Jika batere sudah penuh maka berfungsi menjaga kondisi batere atau standby.
Jika tegangan PLN padam atau dipadamkan, maka keluaran power supply akan tetap mampu mendayai panel alarm. Batere akan menyuplai arus listrik melalui D5 menuju perangkat panel alarm. Lamanya batere mampu memberikan cadangan daya bergantung pada kondisi batere sendiri termasuk umur batere. Tapi berdasarkan pengalaman bisa bertahan sampai belasan jam karena panel kita memang sederhana dan hemat energi. Aku sempat coba enggak di colok kelistrik selama 3 hari eh ternyata masih asik-asik aja tuh.
Oh iya berapa sih beban daya panel alarm kita, menghitungnya dari nilai R1 saja. I = VCC / R1 dan hasilnya adalah 1,2mA berarti kalau dihitung watt-nya cuma 14,4mW saja. Kemudian beban LED indikator justru lebih besar sekitar 10mA jadi total beban sebesar 11,2mA atau 134,4mW
Kalau mau dihitung biar enggak penasaran untuk kemampuan cadangan batere selama standby ambil simpelnya aja. Batere yang dipakai berkapasitas 1,2Ah maksudnya mampu secara terus menerus menghasilkan 1,2 ampere selama 1 jam sampai habis (enggak habis banget sih cuma tegangan ngedrop sampai level di bawah 12 volt). Nah menghitungnya tinggal bagi saja kapasitas batere 1,2Ah dengan beban sebesar 11,2mA maka hasilnya luar biasa banget yaitu 107h atau 107 jam atau 4,5 hari.
Kebayang nggak sih .... paling-paling PLN mati berapa hari eh jam aja kan.
Udah ya, makasih udah baca postingan aku. Semoga bisa bermanfaat, sukur-sukur bisa diterapkan di rumah sobat semua.
Salam....
manteb mas, aku jadi terinspirasi, thanks
BalasHapussalam kenal
Trims GAN.... Lagi fokus puasa nih jadi jarang buka internet. Tapi bahan postingan terus disiapkan sih. Salam kenal juga, semoga sukses selalu.
BalasHapusmantap mas kuharap ide mas bkan ini saja maksud sy smoga masih banyak lagi yg pastinya bermanfaat mas trimah kasih mas tas karya cemerlangnya..:)
BalasHapusTerima kasih Bro. Mohon doanya, karena saya sedang mencoba untuk membuat contoh unit untuk setiap desain yang dibuat. Jadi supaya memang ada contoh real dari setiap artikel. Yah pelan-pelan karena modalnya juga lumayan.
BalasHapus